Rabu, 28 Maret 2012


TUMPULNYA PERMENDAGRI NO.66 TAHUN 2007 PADA IMPLEMENTASINYA DI TATARAN PEMERINTAHAN DAERAH


                Sudah lama yang namanya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomer 66 Tahun 2007 di berlakukan hingga pada tataran Pemerintahan yang paling bawah (Desa). Namun dari kurun waktu yang sudah begitu lama namun gaungnya di Pemerintahan sendiri masih kurang gregetnya. Padahal dalam permendagri tersebut sudah jelas bahwa untuk pembangunan yang dilakukan hendaknya bersifat partisipatif/atas dasar usulan yang di usulkan oleh masyarakat.Dimana kemudian usulan yang berasal dari masyarakat (Dusun, Desa) tersebut oleh Pemerintah Desa di tuangkan ke dalam RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM-DES) untuk 5(lima) tahun ke depan. Yang kemudian di jabarkan lagi ke dalam RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN-DESA (RKP-DES) untuk rencana pembangunan di tiap tahunnya. Dari sekian banyak usulan yang ada dalam RKP Des yang merupakan hasil dari penggodokan di dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (MUSRENBANGDES) tersebut kemudian di bahas lagi/di prioritaskan di dalam forum Musrenbang-kecamatan., guna mengetahui skala prioritas usulan yang akan di danai oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah(SKPD)/Dinas terkait yang ada di pemerintah daerah.
                Tapi kenyataanya apa yang terjadi di lapisan pemerintah daerah tidak semulus dengan apa yang diharapkan dalam Permendagri no.66 tahun 2007 dengan di kuatkan lagi dengan surat Edaran Mendagri No.414.2/1408/PMD yang ditujukan kepada Gubernur hingga Kepala Desa. Tetapi ternyata oh ternyata yang namanya surat edaran tersebut tidak sampai ke tangan para kepala Desa/kelurahan. Sehingga tidak salah kalau ada anggapan bahwa para elit birokrasi kita masih banyak yang tidak menginginkan apa yang tercantum di dalam Permendagr no.66/2007 maupun surat edaran dari Dirjen PMD tanggal 31 Maret 2010 bisa di ketahui masyarakat/pemerintahan yang paling bawah (Desa). Musrenbang di desa/di kecamatan hanya sebatas gugur kewajiban semata, bahkan di dalam penyusunan dokumen RPJMDes/RKP Desa yang semestinya jadi tanggung jawab masing-masing BAPPEDA untuk membantu penyusunan dokumennya ternyata juga tidak berjalan seperti yang di harapkan dalam Permendagri tersebut. Kasi pemerintahan, kasi ekonomi dan Pembangunan yang ada di tingkatan kecamatan tidak di latih secara langsung untuk membuat dokumen RPJM Des/RKP Des yang benar. Malah yang namanya Dokumen RPJMdes/RKP Des yang yang mendorong hingga tersusun sebagai sebuah dokumen adalah para aktifis PNPM Mandiri Perdesaan.

               
Dengan  adanya pemangkasan informasi tersebut kepada pemerintahan desa secara otomatis yang namanya Desa hanya bisa menunggu dan menunggu bantuan yang akan datang ke desa tersebut atau bahasa sosialnya Desa hanya di jadikan pengemis proyek yang baik. IRONIS BUKAN,,, APAKAH INI YANG NAMANYA PEMBANGUNAN UNTUK RAKYAT. .. APAKAH SALAH KALAU RAKYAT MENGATAKAN BAHWA PEMBANGUNAN YANG NIKMATI ADALAH PARA SEGELINTIR PEJABAT ???? TERUS MANA SLOGAN YANG SELALU DI SAMPAIKAN ....DARI, OLEH dan  UNTUK RAKYAT (D O U M).... YANG ADA HANYALAH BANGSAT,,,,


1 komentar:

  1. Seyogyanya, DPP LPM dapat lebih tegas meminta kepada Pemerintah agar keberadaan dan peran LPM sebagai pengganti LKMD diputuskan sebagai ketetapan dan tidak ada lagi istilah 'sebutan lain'.

    Perlu diketahui, istilah 'sebutan lain' ini menimbulkan pemahaman (interpretasi) berbeda, sehingga saat ini ada juga sebutan OMS (organisasi masyarakat setempat) yang tidak jelas 'dasar hukum' nya, dimana OMS ini, justru selalu di pakai Pemerintahan Desa sebagai pelaksana kegiatan (pembangunan).

    Saat ini, saya melihat LPM sepertinya MATI SURI...saya berharap DPP LPM dapat segera 'bangun' dan membenahi organisasi dalam rangka menyambut dan mengantisipasi pelaksanaan UU tentang Desa yang disebutkan akan berlaku mulai tahun 2014 ini.

    Eben Pegagan P Manik (0812 6404 3777)
    Kab. Dairi, Sumatera Utara

    BalasHapus